BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kurikulum Merupakan salah satu komponen yang
memiliki peran penting dalam sistem pendidikan, sebab dalam kurikulum bukan
hanya dirumuskan tentang tujuan yang harus dicapai sehingga memperjelas arah
pendidikan, akan tetapi juga memberikan pemahaman tentang pengalaman belajar
yang harus di miliki setiap siswa. Kurikulum dan pengjaran merupakan dua hal
yang tidak terpisahkan walaupun keduanya memiliki posisi yang berbeda.
Kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang memberikan arah dan tujuan pendidikan;
serta isi yang harus di pelajari; sedangkan pengajaran adalah proses yang
terjadi dalam interaksi belajar dan mengajar antara guru dan siswa. Dengan
demikian, tanpa kurikulum sebagai sebuah rencana, maka pembelajaran atau pengajaran tidak akan efektif; demikian
juga tanpa pembelajaran atau pengajaran sebagai implementasi sebuah rencana,
maka kurikulum tidak memiliki arti apa-apa.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan atau yang kita
kenal dengan KTSP merupakan kurikulum yang dianjurkan oleh pemerintah untuk di
kembangkan di setiap lembaga pendidikan formal sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Oleh karena itu,
setiap sekolah khususnya para kepala sekolah beserta guru perlu memahami baik
secara teoritis maupun praktik pengembangan KTSP.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa peran dan fungsi dari kurikulum
2. Bagaimana hasil menganalisis KBK dan
KTSP
3. Bagaimana hasil menganalisis RPP dan
Silabus
4. Bagaimana hasil menganalisis buku
matematika kelas 1 SMA
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui sejauh mana kurikulum
diterapkan dan manfaat dengan adanya kurikulum
2. Untuk mengetahui hasil dari analisis KBK
dan KTSP
3. Untuk mengetahui RPP dan Silabus yang
diterapkan oleh guru
4. Agar dapat mengetahui buku yang cocok
digunakan bagi siswa
D. Manfaat
Manfaat bagi
saya selaku mahasiswa untuk menambah wawasan tentang kegunaan kurikulum yang di
berlakukan dan juga menambah ilmu dengan saya banyak menganalisis buku.
E. Pembatasan masalah
Masalah yang di bahas dan di analisis
dalam makalah ini hanya sampai kurikulum yang diberlakukan di sekolah, dan hanya
ingin mengetahui RPP dan Silabus yang menjadi pegangan guru di sekolah
tersebut.
Bab II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian, Peran dan
Fungsi Kurikulum
1.
Pengertian kurikulum
menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Isi kurikulum merupakan
susunan dan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan
satuan pendidikan yang bersangkutan, dalam rangka upaya pencapaian tujuan
pendidikan nasional (oemar hamalik). Daniel tanner dan Laurel tanner (1975)
menyatakan bahwa kurikulum adalah perencanaan yang berisi tentang petunjuk
belajar serta hasil yang diharapkan.
Menurut saya, kurikulum adalah suatu perencanaan
atau program pengalaman siswa yang di arahkan sekolah. Setelah saya kaji dari
berbagai pengertian tersebut, kurikulum dapat diartikan sebagai sebuah dokumen
perencanaan yang berisi tentang tujuan yang harus dicapai, isi materi dan
pengalaman belajar yang harus di lakukan siswa, straregi dan cara yang dapat
dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk mengumpulkan informasitentang
pencapaian tujuan.
Kurikulum di
persiapkan dan dikembangkan untuk mencapai tujuan pendidikan, yakni
mempersiapkan peserta didik agar mereka dapat hidup di masyarakat. Makna dapat
hidup di masyarakat itu memiliki arti yang luas, yang bukan saja berhubungan
dengan kemampuan peserta didik untuk menginternalisasi nilai atau hidup sesuai
dengan norma-norma masyarakat, akan tetapi pendidikan juga harus berisi tentang
pemberian pengalaman agar anak dapat mengembangkan kemampuannya sesuai dengan
minat dan bakat mereka.
Perlu kita
pahami, bahwa sekolah didirikan untuk membimbing peserta didik agar berkembang
sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Ini berarti titik sentral kurikulum
adalah anak didik itu sendiri. Perkembangan anak didik hanya akan tercapai
apabila dia memperoleh pengalaman belajar melalui semua kegiatan yang disajikan
sekolah, baik melalui mata pelajaran maupun semua kegiatan lainnya.
2.
Peran kurikulum
Sebagai salah
satu komponen pendidikan, paling tidak kurikulum memiliki tiga peran, yaitu
peran konservatif, kreatif serta peran kritis dan evaluatif (hamalik, 1990)
a. Peran konservatif
Salah satu tugas dan tanggung jawab
sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan adalah mewariskan nilai-nilai dan
budaya masyarakat kepada generasi muda yakni siswa. Siswa perlu menyadari dan
memahami norma-norma dan pandangan hidup masyarakatnya, sehingga ketika mereka
kembali kemasyarakat, mereka dapat menjunjung tinggi dan berprilaku sesuai
dengan norma tersebut. Melalui peran konservatifnya kurikulum berperan dalam
menangkal berbagai pengaruh yang dapat merusak nilai-nilai luhur masyarakat,
sehingga keajekan dan identitas masyaarakat akan tetap terpelihaara dengan
baik.
b. Peran Kreatif
Sekolah memiliki tanggung jawab dalam
mengembangkan hal-hal baru sesuai dengan tuntutan zaman. Sebab, pada kenyataannya
masyarakat tidak bersifat statis, akan tetapi dinamis yang selalu mengalami
perubahan. Dalam peran kreatifnya, kurikulum harus mengandung hal-hal baru
sehingga dapat membantu siswa untuk dapat mengembangkan setiap potensi yang
dimilikinya agar dapat berperan aktif dalam kehidupan sosial masyarakat yang
senantiasa bergerak maju secara dinamis
c. Peran kritis dan evaluatif
Tidak semua nilai dan budaya lama harus
tetap dipertahankan, sebab kadang-kadang nilai dan budaya lama itu sudah tidak
sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Dengan demikian, kurikulum
berperan untuk menyeleksi nilai dan budaya mana yang perlu dipertahankan, dan
nilai atau budaya baru yang mana yang harus dimiliki anak didik.
3. Fungsi kurikulum
a. Hamalik mengemukakan enam fungsi
kurikulum untuk siswa:
·
Fungsi
penyesuaian, bahwa kurikulum harus dapat mengantar siswa agar mampu
menyesuaikan diri dalam kehidupan sosial masyarakat
·
Fungsi
integrasi, dimaksudkan bahwa kurikulum harus dapat mengembangkan pribadi siswa
secara utuh
·
Fungsi
diferensiasi yang dimaksud adalah bahwa kurikulum harus dapat melayani setiap
siswa dengan segala keunikannya.
·
Fungsi
persiapan, bahwa kurikulum harus dapat memberikan pengalaman belajar bagi anak
baik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, maupun untuk
kehidupan di masyarakat
·
Fungsi
pemilihan adalah fungsi kurikulum yang dapat memberikan kesempatan kepada
setiap siswa untuk belajar sesuai dengan bakat dan minatnya
·
Fungsi
diagnostik, yaitu fungsi untuk mengenal berbagai kelemahan dan kekuatan siswa.
b.
Fungsi kurikulum bagi
pendidik
Guru merupakan pendidik
profesional, yang mana secara implisit guru selain mengajar pada bidang
keilmuannya juga bertanggung jawab untuk mendidik para peserta didiknya. Para
orangtua yang menyerahkan anaknya ke sekolah, berarti ia telah melimpahkan
sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru atau pendidik. Adapun
fungsi kurikulum bagi guru atau pendidik adalah:
·
Sebagai pedoman kerja
dalam menyusun dan mengorganisir pengalaman belajar pada anak didik.
·
Sebagai pedoman untuk
mengadakan evaluasi terhadap perkembangan anak didik dalam rangka menyerap
sejumlah pengalaman yang diberikan.
Dengan adanya kurikulum sudah tentu
tugas guru sebagai pengajar dan pendidik akan lebih terarah. Pendidik adalah
salah satu faktor yang sangat menentukan dalam proses pendidikan, dan merupakan
salah satu kompenen yang berinteraksi secara aktif dalam pendidikan.
4.
Hakikat (tujuan)
kurikulum
Tujuan kurikulum pada dasarnya
merupakan tujuan setiap program pendidikan yang diberikan kepada anak didik,
karena kurikulum merupakan alat antuk mencapai tujuan, maka kurikulum harus
dijabarkan dari tujuan umum pendidikan. Dalam sistem pendidikan di Indonesia
tujuan pendidikan bersumber kepada falsafah Bangsa Indonesia. Di Indonesia ada
4 tujuan utama yang secara hirarki sebagai berikut:
a)
Tujuan Nasional
Dalam Undang-undang No. 2 tahun 1980 tentang sistem Pendidikan
Nasional rumusan tujuan pendidikan nasional disebutkan Pendidikan Nasional
bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia indonesia
seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan. Kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dari tujuan nasional kemudian dijabarkan
ke dalam tujuan insitusional/ lembaga, tujuan kurikuler,
sampai kepada tujuan instruksional.
b)
Tujuan Intitusional
Tujuan institusional adalah tujuan
yang harus dicapai oleh suatu lembaga pendidikan, umpamanya SD/MI, SMP/MTs,
SMA/MA, dan sebagainya. Artinya apa yang harus dimiliki oleh peserta didik
setelah lulus dari lembaga pendidikan tersebut. Sebagai contoh, kemampuan apa
yang harus dimiliki peserta didik setelah lulus dari lembaga pendidikan
tersebut, kemampuan apa yang diharapkan dan dimiliki oleh peserta didik yang
lulus dari SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA. Rumusan tujuan institusional harus merupakan
penjabaran dari tujuan umum (rasional), harus memiliki kesinambungan antara
satu jenjang pendidikan dengan jenjang pendidikan lainnya. Tujuan institusional
juga harus memperhatikan fungsi dan karakter dari lembaga pendidikannya,
seperti lembaga pendidikan umum, lembaga pendidikan kejuruan dan sebagainya.
c)
Tujuan Kurikuler
Tujuan kurikuler adalah penjabaran
dari tujuan kelembagaan pendidikan (tujuan institusional). Tujuan kurikuler
adalah tujuan pada bidang studi atau mata pelajaran sehingga mencerminkan
hakikat keilmuan yang ada di dalamnya. Secara operasional adalah tujuan
kurikuler rumusan kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki peserta didik
setelah mempelajari suatu mata pelajaran atau bidang studi tertentu.
d)
Tujuan Instruksional
Tujuan instruksional dijabarkan
dari tujuan kurikuler. Tujuan ini adalah tujuan yang langsung dihadapkan kepada
peserta didik sebab harus dicapai oleh mereka setelah menempuh proses
belajar-mengajar. Oleh karena itu tujuan instruksional dirumuskan sebagai
kemampuan-kemampuan atau kompetensi yang diharapkan dapat dimiliki oleh peserta
didik setelah mereka menyelesaikan proses belajar-mengajar.
Ada dua jenis tujuan instruksional,
yaitu Standar Kompetensi (SK/KI) dan Kompetensi dasar (KD). SK/KI adalah
kompetensi yang diharapkan dikuasai oleh peserta didik mengenai kompetensi
sikap kepada Tuhan, kompetensi terhadap sikap diri dan lingkungan, kompetensi
pengetahuan dan keterampilan. KD merupakan penjabaran dari SK/KI yang
dirumuskan secara operasional sebagai kegiatan peserta didik dalam proses
belajar mengajar.
B. Analisis Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dengan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Puskur (2002)
menyatakan bahwa KBK merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang
kompetensi dan hasil belajar, serta pemberdayaan sumber daya pendidikan.
Batasan tersebut menyiratkan bahwa KBK dikembangkan dengan tujuan agar peserta
didik memperoleh kompetensi dan
kecerdasan yang mumpuni dalam membangun identitas budaya dan bangsanya. Dalam
arti melalui penerapan KBK tamatan diharapkan memiliki kompetensi atau
kemampuan akademik yang baik, keterampilan untuk menunjang hidup yang memadai,
pengembangan moral yang terpuji pembentukan karakter yang kuat kebiasaan hidup
yang sehat,dan apresiasi estetika yang tinggi terhadap dunia sekitar. Berbagai
kompetensi tersebut harus berkembang secara harmonis dan berimbang. Sementara
itu kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP) yang merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum
operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan/sekolah.
Menurut saya, KBK merupakan sebuah konsep kurikulum
yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan (kompetensi) tugas-tugas
dengan standar performansi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh
siswa, berupa penguasaan terhadap seperangkat kompetensi tertentu. Berdasarkan
pengertian tersebut, perbedaan esensial antara KBK dan KTSP tidak ada. Keduanya
sama-sama seperangkat rencana pendidikan yang berorientasi pada kompetensi dan
hasil belajar peserta didik. Perbedaannya menampak pada teknis pelaksanaannya.
Jika KBK disusun oleh pemerintah pusat, KTSP disusun oleh tingkat satuan pendidikan
masing-masing, dalam hal ini sekolah yang bersangkutan, walaupun masih tetap
mengacu pada rambu-rambu nasional panduan penyusunan KTSP yang disusun oleh
badan independen yang disebut BNSP.[1]
C.
Perkembangan Kurikulum
Matematika
Seller dan Miller (1985) mengemukakan bahwa proses pengembangan
kurikulum adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan secara terus –menerus,
seller memandang bahwa pengembangan kurikulum harus dimulai dari menentukan
orientasi kurikulum, yakni kebijakan-kebijakn umum, misalnya arah dan tujuan
pendidikan, pandangan tentang hakikat
belajar dan hakikat anak didik dan sebagainya.[2]
Menurut saya Perkembangan kurikulum matematika sekolah, khususnya ditinjau dari
implementasi dan aspek
teori belajar
yang melandasinya, merupakan faktor yang
sangat
menarik dalam pembicaraan tentang pendidikan matematika. Hal ini dapat difahami
sebab perubahan-perubahan yang terjadi dalam
proses
pembelajaran
matematika
sekolah tidak terlepas dari adanya perubahan pandangan tentang hakekat matemati ka dan belajar
matematika. Sebagai akibatnya, tidaklah mengherankan
apabila terjadi perubahan
kurikulum, maka berubah pulalah proses pembelajaran di dalam kelas.
Sejak tahun 1968, di Indonesia telah terjadi beberapa kali perubahan kurikulum matematika sekolah. Berdasarkan tahun
terjadinya perubahan untuk tiap kurikulum,
maka
muncullah nama-nama kurikulum berikut:
Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1996, dan
Kurikulum 1999. Selain itu, Sebelum muncul
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pada tahun 2002 telah disusun sebuah
kurikulum yang disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi. Berdasarkan literatur
yang ada, ciri-ciri
pembelajaran matematika pada kurikulum 1968
antara lain adalah sebagai berikut:
a. Dalam pengajaran geometri, penekanan lebih diberikan pada keterampilan
berhitung,
misalnya
menghitung luas bangun
geometri
datar atau volume
bangun geometri
ruang, bukan pada pengertian
bagaimana
rumus-rumus untuk melakukan perhitungan tersebut diperoleh
(Ruseffendi,
1985, h.33).
b. Lebih mengutamakan hafalan
yang sifatnya mekanis daripada pengertian
(Ruseffendi, 1979, h.2).
c. Program berhitung kurang memperhatikan aspek kontinuitas dengan materi pada
jenjang berikutnya,
serta kurang terkait dengan dunia luar
(Ruseffendi,
1979, h.4).
d. Penyajian materi kurang memberikan peluang untuk tumbuhnya motivasi serta rasa ingin
tahu anak (Ruseffendi, 1979, h.5).
Jika dilihat dari ciri-cirinya, pengajaran matematika pada kurikulum ini dimulai dengan penjelasan singkat yang
disertai tanya-jawab dan penyajian contoh, serta dilanjutkan dengan pengerjan soal-soal latihan baik yang
bersifat prosedural atau penggunaan rumus tertentu. Dalam proses pengajaran
tersebut,
pengerjaan
soal-soal
latihan merupakan kegiatan yang
diutamakan dengan maksud untuk
memberi penguatan
pada
apa yang sudah dicontohkan guru di depan kelas.
Pada tahun 1975, terjadi perubahan yang sangat besar dalam pengajaran
matematika di Indonesia yang ditandai dengan dimasukannya
matematika moderen ke dalam kurikulum 1975. Menurut Ruseffendi (1979, h.12-14), matematika moderen
tersebut memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a. Terdapat topik-topik baru yang diperkenalkan yaitu himpunan, geometri bidang dan ruang, statistika dan probabilitas, relasi,
sistem numerasi kuno,
dan
penulisan lambang bilangan nondesimal. Selain itu diperkenalkan pula konsep-konsep baru seperti penggunaan himpunan, pendekatan
pengajaran
matematika secara spiral,
dan pengajaran
geometri dimulai dengan lengkungan.
b. Terjadi
pergeseran
dari pengajaran yang lebih menekankan
pada hafalan
ke pengajaran yang mengutamakan pengertian.
c. Soal-soal
yang diberikan lebih diutamakan yang
bersifat
pemecahan masalah
daripada yang bersifat rutin.
d. Ada kesinambungan dalam penyajian bahan ajar antara Sekolah Dasar dan Sekolah
Lanjutan.
e. Program pengajaran pada matematika moderen lebih memperhatikan adanya
keberagaman antar
siswa.
f. Ada pergeseran dari pengajaran yang berpusat pada guru ke pengajaran yang lebih
berpusat pada siswa.
g. Sebagai
akibat dari pengajaran
yang lebih
berpusat pada siswa, maka metode
mengajar yang
lebih banyak digunakan adalah
penemuan
dan pemecahan masalah dengan
teknik
diskusi.
h. Terdapat upaya agar pengajaran matematika dilakukan
dengan cara yang menarik, misalnya melalui permainan, teka-teki, atau kegiatan
lapangan.
Berdasarkan ciri-ciri pengajaran matematika moderen
di atas,
maka teori belajar
yang dipergunakan lebih bersifat campuran.
Perubahan dari Kurikulum 1975
ke Kurikulum 1984 sebenarnya tidak terlalu
banyak baik dari sisi materi maupun cara pengajarannya.
Perbedaan utama
dengan
kurikulum sebelumnya, pada Kurikulum 1984 ini materi pengenalan komputer mulai diberikan. Menurut Ruseffendi (1988, h.102), dimasukannya materi komputer
ke dalam kurikulum matematika sekolah merupakan suatu langkah maju.
Hal ini dapat difahami, karena penggunaan alat-alat canggih seperti komputer
dan
kalkulator
dapat
memungkinkan siswa untuk melakukan kegiatan
eksplorasi dalam proses belajar matematika mereka baik dengan menggunakan
pola-pola bilangan maupun
grafik.
Jika dilihat dari ciri-cirinya yang
tidak jauh berbeda dengan kurikulum
sebelumnya, maka teori belajar yang digunakan pada pengajaran matematika kurikulum
1984 ini
juga
lebih bersifat
campuran antara
teori
pengaitan, aliran
psikologi perkembangan,
dan
aliran tingkah laku.
Pada tahun
1994 terjadi lagi perubahan terhadap kurikulum pendidikan
sekolah mulai tingkat SD sampai SMU. Pada bidang matematika,
terdapat beberapa perubahan
baik
dari sisi materi maupun pengajarannya. Untuk SLTP, bahan kajian intinya mencakup: aritmetika, aljabar, geometri, peluang, dan
statistika.
Dalam kurikulum ini terdapat upaya untuk menanamkan pemikiran deduktif yang ketat melalui struktur deduktif terbatas pada sebagian bahan geometri. Materi
matematika untuk SMU terdapat sedikit perubahan
yakni dimasukannya pengenalan teori graf yang merupakan bagian dari matematika
diskrit.
Sebagai
langkah penyempurnaan pada Kurikulum
1994,
terjadi sejumlah reduksi serta
restrukturisasi
materi
bahan ajar sehingga muncul
Kurikulum 1994.
Sebagai contoh, beberapa bagian dari pokok bahasan himpunan di SLTP dihilangkan, dan pengantar teori graf di SMU juga dihilangkan. Selain itu,
terdapat juga perubahan- perubahan
kecil dan penyusunan kembali urutan penyajian
untuk pokok-pokok bahasan tertentu. Selain dari hal tersebut, sebagian besar dari materi kurikulum 1999 hampir sama dengan kurikulum 1994.
Dengan
demikian, teori belajar
yang digunakan pada kurikulum 1999 ini masih sama dengan yang digunakan pada implementasi kurikulum
sebelumnya.
Pada tahun
2002, Pusat Kurikulum
mengeluarkan
dokumen kurikulum
baru
yang disebut Kurikulum Berbasis Kompetensi. Beberapa ciri penting dari kurikulum
tersebut antara lain adalah
sebagai berikut:
a. Cakupan materi untuk SLTP meliputi: bilangan, aljabar, geometri dan pengukuran,
peluang dan
statistika,
pemecahan masalah,
serta penalaran dan
komunikasi.
b. Cakupan materi untuk SMU
meliputi: aljabar, geometri
dan pengukuran, trigonometri, peluang dan statistika,
kalkulus, logika matematika, pemecahan masalah,
serta penalaran dan
komunikasi.
c. Kurikulum berbasis kompetensi ini secara garis besarnya mencakup tiga komponen
yaitu
kompetensi dasar,
materi pokok, dan indikator
pencapaian hasil belajar.
D. Pendekatan dan metode Pembelajaran Matematika
1.
Pendekatan Realistik
Realistic Mathematics Education (RME) pertama kali berkembang
di Belanda sejak awal tahun 70-an. Adapun orang yang pertama mengembangkannya adalah
Freudenthal dan
kawan-kawan
dari Freudenthal Institute.
Dalam pandangan Freudenthal, agar matematika memiliki nilai kemanusiaan (human value)
maka pembelajarannya haruslah
dikaitkan dengan
realita, dekat
dengan pengalaman anak serta relevan untuk kehidupan masyarakat. Selain
itu
Freudenthal juga berpandangan
bahwa matematika sebaiknya tidak dipandang sebagai suatu bahan ajar yang
harus
ditransfer secara langsung sebagai matematika siap pakai, melainkan harus
dipandang
sebagai suatu aktivitas manusia. Pembelajaran matematika sebaiknya dilakukan dengan
memberi kesempatan seluas-luasnya kepada anak
untuk mencoba menemukan sendiri
melalui bantuan tertentu dari
guru. Dalam
istilah Freudenthal
kegiatan seperti ini disebut guided reinvention, yakni suatu kegiatan yang
mendorong anak untuk menemukan prinsip, konsep, atau rumus-rumus matematika melalui kegiatan pembelajaran yang secara
spesifik dirancang
oleh guru. Dengan demikian,
prinsip utama pembelajaran matematika tidaklah terletak pada matematika sebagai suatu sistem tertutup yang kaku,
melainkan pada aktivitasnya yang lebih dikenal sebagai suatu proses matematisasi (process of mathematization) (Van den
Heuvel-Panhuizen,
2000).
2. Pendekatan Open-Ended
Uraian tentang
pendekatan
Open-Ended
yang
disajikan
berikut ini
dikembangkan berdasarkan tulisan Becker dan Shimada (1997) berjudul The Open- Ended Approach: A New Proposal for Teaching Mathematics. Antara tahun 1971 dan
1976 para ahli pendidikan matematika Jepang
melakukan serangkaian penelitian
yang
berfokus pada pengembangan metoda evaluasi untuk mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam pendidikan matematika. Rangkaian penelitian
tersebut adalah sebagai berikut: (1) Studi pengembangan metoda evaluasi dalam pendidikan
matematika, tahun 1971,
(2) Studi pengembangan metoda
evaluasi
dan analisis pengaruh faktor-faktor belajar dalam pendidikan matematika, tahun 1972-1973, dan (3)
Studi pengembangan metoda evaluasi untuk mengukur kemampuan siswa dalam keterampilan berpikir matematik tingkat tinggi,
tahun 1974-1976.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang dilakukan,
diperoleh
suatu
kesimpulan umum antara lain
bahwa tujuan
pembelajaran
tingkat tinggi dimungkinkan untuk dikembangkan
melalui pendekatan yang
bersifat open-ended. Perkembangan
perolehan komponen-komponen
pengetahuan
dan keterampilan yang berguna untuk
mencapai
tujuan pembelajaran tingkat tinggi, tidak
hanya tergantung
pada
kemampuan bawaan
siswa (talenta), akan tetapi juga sangat dipengaruhi secara signifikan
oleh model pembelajaran yang dikembangkan guru khususnya yang mampu menciptakan
kesempatan
dan dorongan bagi siswa untuk
berkembang.
3. Pendekatan Kontekstual
Pendekatan
kontekstual adalah
suatu pendekatan yang
memungkinkan terjadinya proses belajar dan
di dalamnya siswa dimungkinkan menerapkan pemahaman
serta kemampuan
akademik
mereka dalam berbagai variasi konteks, di dalam maupun luar kelas, untuk
menyelesaikan permasalahan
nyata
atau yang disimulasikan baik
secara sendiri-sendiri maupun
berkelompok. Aktivitas
yang diciptakan
dalam pengajaran kontekstual memuat strategi yang dapat membantu siswa membuat kaitan
dengan peran dan
tangungjawab mereka sebagai anggota keluarga,
warga negara,
siswa sendiri, dan sebagai pekerja. Proses belajar yang diciptakan
melalui kegiatan seperti ini secara umum bercirikan beberapa hal berikut: berbasis masalah, self-regulated, muncul dalam berbagai variasi konteks yang meliputi masyarakat dan
tempat kerja, melibatkan
kelompok
belajar,
dan responsif
terhadap perbedaan
kebutuhan serta minat siswa.
Selain
itu,
pengajaran kotekstual memberikan penekanan pada penggunaan berfikir tingkat tinggi; trasfer pengetahuan; dan pengumpulan, analisis, serta sintesis informasi dan data
dari
berbagai sumber serta sudut pandang. Dalam kaitannya dengan evaluasi, pengajaran kontekstual lebih menekankan pada authentic assessment yang diperoleh dari berbagai sumber dan pelaksanaannya menyatu
atau terintegrasi dengan
proses pembelajaran.
E. Ruang Lingkup Matematika Sekolah
Pembelajaran
matematika di sekolah diarahkan pada pencapaian standar kompetensi dasar oleh
siswa. Kegiatan pembelajaran matematika tidak berorientasi pada penguasaan
materi matematika semata, tetapi materi matematika diposisikan sebagai alat dan
sarana siswa untuk mencapai kompetensi. Oleh karena itu, ruang lingkup mata
pelajaran matematika yang dipelajari di sekolah disesuaikan dengan kompetensi
yang harus dicapai siswa. Standar kompetensi matematika merupakan seperangkat
kompetensi matematika yang dibakukan dan harus ditunjukkan oleh siswa sebagai
hasil belajarnya dalam mata pelajaran matematika. Standar ini dirinci dalam
kompetensi dasar, indikator, dan materi pokok, untuk setiap aspeknya.
Pengorganisasian dan pengelompokan materi pada aspek tersebut didasarkan
menurut kemahiran atau kecakapan yang hendak ingin di capai.
Merujuk
pada standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai siswa maka
ruang lingkup materi matematika adalah aljabar, pengukuran dan geomerti,
peluang dan statistik, trigonometri, serta kalkulus.
v Kompetensi
aljabar ditekankan pada kemampuan melakukan dan menggunakan operasi hitung pada
persamaan, pertidaksamaan dan fungsi.
v Pengukuran
dan geometri ditekankan pada kemampuan menggunakan sifat dan aturan dalam
menentukan porsi, jarak, sudut, volum, dan tranfrormasi.
v Peluang
dan statistika ditekankan pada menyajikan dan meringkas data dengan berbagai cara.
v Trigonometri
ditekankan pada menggunakan perbandingan, fungsi, persamaan, dan identitas
trigonometri.
v Kalkulus
ditekankan pada mengunakam konsep limit laju perubahan fungsi.
Standar
Kompetensi Matematika Sekolah
Standar
kompetensi dirancang secara berdiversifikasi, untuk melayani semua kelompok
siswa (normal, sedang, tinggi). Dalam hal ini, guru perlu mengenal dan
mengidentifikasi kelompok-kelompok tersebut. Kelompok normal adalah kelompok
yang memerlukan waktu belajar relatif lebih lama dari kelompok sedang, sehingga
perlu diberikan pelayanan dalam bentuk menambah waktu belajar atau memberikan
remidiasi. Sedangkan kelompok tinggi adalah kelompok yang memiliki kecepatan
belajar lebih cepat dari kelompok sedang, sehingga guru dapat memberikan
layanan dalam bentuk akselerasi (percepatan) belajar atau memberikan materi
pengayaan.
Untuk mencapai standar kompetensi tersebut
dipilih materi-materi matematika dengan memperhatikan struktur keilmuan,
tingkat kedalaman materi, serta sifat-sifat esensial materi dan keterpakaiannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Secara
rinci, standar kompetensi mata pelajaran matematika untuk sekolah menengah
pertama adalah sebagai berikut:
1. Bilangan
a.
Melakukan dan mengunakan sifat-sifat
operasi hitung bilangan dalam pemecahan masalah
b.
Menaksir hasil operasi hitung
2.
Pengukuran dan Geometri
a.
Mengidentifikasi bangun datar dan bangun
ruang menurut sifat, unsur, atau kesebangunannya
b.
Melakukan operasi hitung yang melibatkan
keliling, luas, volume, dan satuan pengukuran
c.
Menaksir ukuran (misal: panjang, luas,
volume) dari benda atau bangun geometri
d.
Mengidentifikasi sifat garis dan sudut
dalam pemecahan masalah
3. Peluang
dan statistika
a.
Mengumpulkan, menyajikan, dan
menafsirkan data (ukuran pemusatan data)
b.
Menentukan dan menafsirkan peluang suatu
kejadian
4. Aljabar
Melakukan
operasi hitung pada persamaan, pertidaksamaan, dan fungsi, meliputi: bentuk
linear, kuadrat, barisan dan deret, dalam pemecahan masalah.
Sementara
itu, standar kompetensi mata pelajaran matematika untuk Sekolah Menengah Atas
dan Madrasah Aliyah adalah sebagai berikut:
1. Pengukuran dan geometri
Menggunakan
sifat dan aturan dalam menentukan posisi, jarak, sudut, volum, dan transformasi
dalam pemecahan masalah
2.
Peluang
dan Statistika
a.
Menyusun dan menggunakan kaidah
pencacahan dalam menentukan banyak kemungkinan
b.
Menentukan dan menafsirkan peluang
kejadian majemuk
c.
Menyajikan dan meringkas data dengan
berbagai cara dan memberi tafsiran
3. Trigonometri
a.
Menggunakan perbandingan, fungsi,
persamaan, dan identitas trigonometri dalam pemecahan masalah
b.
Menggunakan manipulasi aljabar untuk
merancang/menyusun bukti
4. Aljabar
a.
Menggunakan operasi dan manipulasi
aljabar dalam pemecahanmasalah yang beraitan dengan: bentuk pangkat, akar,
logaritma, persamaan dan fungsi komposisi dan fungsi invers
b.
Menyusun/menggunakan persamaan lingkaran
dan garis singgungnya
c.
Menggunakan algoritma pembagian, teorema
sisa, dan teorema faktor dalam pemecahan masalah
d.
Merancang dan menggunakan model
matematika program linear
e.
Menggunakan sifat dan aturan yang berkaitan
dengan barisan, deret, matriks, vektor, transformasi, fungsi eksponen, dan
logaritma dalam pemecahan masalah
5.
Kalkulus
Menggunakan
konsep limit fungsi, turunan, dan integral dalam pemecahan masalah.
F.
Observasi Kurikulum SMA
N 3 LANGSA
1.
Sejarah Singkat SMA Negeri 3 Langsa
Pada tanggal 1 Oktober 1991 Sekolah Pendidikan
Guru (SPG) dialihfungsikan menjadi Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 3 Langsa,
sehingga lambat laun sekolah yang dulunya berfungsi sebagai sarana untuk
melahirkan tenaga pendidik sekarang menjadi lebih meluas fungsinya sebagai
sarana untuk melahirkan serta mempersiapkan generasi-generasi penerus bangsa
yang cerdas serta religius yang sanggup menjawab segala tantangan di masa yang
akan datang. Selain itu, kehadiran SMA Negeri 3 Langsa juga bermanfaat bagi
Kota Langsa khususnya dan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) umumnya yang merupakan
penjabaran dari visi dan misi SMA Negeri 3 Langsa.
SMA Negeri 3 Langsa didirikan atas Surat
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 0456 / 0 /
1991 tanggal 15 Juli 1991 yang merupakan pengalihan dari Sekolah Pendidikan
Guru (SPG) Negeri Langsa yang berubah menjadi SMA Negeri 3 Langsa. Dialihkannya
lembaga SPG Negeri Langsa menjadi SMA Negeri 3 Langsa dengan pertimbangan kebijaksanaan
nasional dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan guru dari tingkat SD, SMP,
SLTA hingga ke jenjang yang lebih tinggi yaitu Diploma tingkat D2.
Selain itu, tujuan dialihfungsikan SPG Negeri
Langsa menjadi SMA Negeri 3 Langsa adalah untuk memperluas daya tampung sekolah
dan guna meningkatkan mutu pendidikan nasional. Sejak masa peralihan SPG Negeri
Langsa menjadi SMA Negeri 3 Langsa minat masyarakat untuk menyekolahkan putra
dan putri mereka mengalami peningkatan yang signifikan tiap tahunnya. Hal ini
ditandai dengan banyak terjualnya formulir Penerimaan Siswa Baru (PSB) tiap
tahunnya.
2. Lembar wawancara dengan
guru
a.
Mulai tahun berapa bapak mengajar
b.
Kurikulum apa saja yang pernah bapak ajarkan di SMA N 3 langsa
c.
Apakah ada perubahan dari segi materi saat terjadinya perubahan kurikulum
d.
Apakah ada perkembangan terhadap siswa dalam belajar setelah dirubahnya
kurikulum
e.
Menurut bapak dari kurikulum KBK, KTSP, dan Kurikulum 2013 mana yang baik
untuk diterapkan di indonesia
f.
Apakah kurikulum 2013 sudah layak diterapkan di SMA N 3 ?
g.
Apakah ada yang salah dengan KTSP, sehingga tujuan di terapkannya
kurikulum 2013 adalah untuk memperbaiki moral dan akhlak anak bangsa?
h.
Apakah dalam setiap materi ada perubahan
metode saat mengajar?
i.
Apakah ada perbedaan saat mengajar di kelas Ipa dan Ips?
BAB III
HASIL ANALISIS
A. Hasil lembar wawancara
a. Bapak mengajar di SMA N 3
Langsa mulai dari 2005 sampai dengan sekarang
b. Kurikulum yang pernah
saya ajarkan yaitu kurikulum 2004 (KBK), kemudian kurikulum 2006 (KTSP) dan selanjutnya
kurikulum 2013, untuk kurikulum 2013 hanya sampai dua semester saja, kemudian
berdasarkan PP dan dinas pendidikan kota langsa, kurikulum 2013 di gantikan
kembali dengan kurikulum yang sebelumnya yaitu KTSP
c. Sebenarnya perubahan
kurikulum dari KBK hingga kurikulum 2013 tidak ada perubahan secara menyeluruh
namun ada modifikasi dari segi soal dan contoh soal saja. Jika di KBK bentuk
soal nya lebih mengarah ke bentuk pengetahuan alam sedangkan buku di kurikulum
KTSP lebih mengarah ke dalam bentuk kehidupan sehari hari siswa, tujuannya yaitu
agar siswa memahami untuk apa mereka belajar materi tersebut.
d. Bicara soal perkembangan
siswa setelah terjadi perubahan kurikulum pastinya ada
e. Kalau menurut bapak
kurikulum mana saja baik digunakan, asalakan guru nya paham konsep dari
kurikulumnya dan di ikuti berdasarkan prosedur nya. Jika seorang guru tidak
mematuhi aturan yang telah ditetapkan di dalam kurikulum tersebut maka sama
saja, kurikulum tersebut tidak akan berjalan sesuai dengan harapan.
f. Kalau masalah apakah
kurikulum 2013 pantas ditetapkan si SMA N 3 Langsa itu kita lihat berdasarkan
evaluasi yang sedang dilakukan sekarang, jikalau hasil nya memastikan untuk
kita terapkan kembali kurikulum 2013 tersebut maka kita terapkan.
g. Tidak ada yang salah dari
kurikulum KTSP, hanya di kurikulum 2013 lebih mengarah ke agama, artinya lebih
mementingkan akhlak dan moral dalam proses belajar mengajar.
h. Tentunya ada perubahan
metode saat mengajar, dan itu dilakukan berdasarkan materi nya. Apabila dalam
materi peluang misalnya, tentunya saya menggunakan alat peraga agar siswa
memahaminya lebih jelas permasalahan nya. Dan saya menggunakan metode ceramah
apabila materi nya membutuhkan penjelasan dipapan tulis
i.
Jika dibandingkan siswa di kelas ipa dengan siswa dikelas ips ada perbedaan
dari segi
B.
Hasil
analisis buku
Ruang lingkup persamaan kuadrat dalam kehidupan
sehari-hari
Misalnya seseorang membutuhkan bantuan untuk menyelesaikan situasi
berikut :
Contoh 1
penyelesaian:
dik :luas alas gedung (L) =
20.000 m2 .
panjang gedung = 60m
dit :Luas ukuran lahan
minimal?
Jawab : misal, panjang = p
: lebar (l) = p – 60
L = p . l = p(p-60) = p2
– 60p = 20000
L = p2 – 60p – 20000 = 0
Sekarang tugas anda harus menentukan nilai p yang memenuhi persamaan.
Contoh 2:
Siska di tantang kawannya untuk menemukan dua bilangan yang jumlahnya 9
dan hasil kalinya -90
Penyelesaian :
Misalkan bilangan
tersebut x dan y.
x + y = 9
→ y = 9 – x
x . y = -90 → x(9 – x ) = -90
9x – x2 = -90
0
= x2 – 9x – 90
X2
– 9x – 90 = 0
Sekarang anda harus menentukan nilai x yang memenuhi
persamaan.
Hal 49
|
C. Menentukan akar –akar
persamaan kuadrat
Menyelesaikan persamaan kuadrat ax2
+ bx + c = 0 berarti mencari nilai x yang memenuhi persamaan kuadrat tersebut.
Nilai x yang memenuhhi persamaan kuadrat disebut akar atau penyelesaiannya dari
persamaan kuadrat
Persamaan kuadrat dapat ditentukan akar-akarnya dengan cara:
1. Faktorisasi
2. Melengkapkan bentuk
kuadrat sempurna.
3. Menggunakan rumus ABC
1. Faktorisasi
Dalam
menyelesaikan persamaan kuadrat kita dapat menggunakan bantuan alat peraga,
yang pertama anda siapkan adalah
kertas berwarna dengan tiga ukuran yang berbeda,
·
koefisien x2 = kertas persegi 20cm
·
koefisein x = kertas pesegi panjang 20cm x 5cm
·
c = kertas persegi 5cm x 5cm
kemudian
coba kerjakan soal berikut menggunakan kertas tadi.
Tentukan
akar akar dari persamaan berikut x2 + 3x + 2 = 0
|
Note :
|
Jika ab = o, maka a = 0 atau b = 0
a. Jika a = 1
Bentuk umum persamaan kuadrat menjadi x2
+ bx + c = 0. Kita akan mengubah persamaan diatas menjadi bentuk (x + α) (x +β) = 0
b. Jika a ≠ 1
Jika terdapat a ≠ 1, persamaan ax2
+ bx + c = 0 dapat disederhanakan menjadi
x2 +
, atau x2 +dx + e = 0, dengan d =
.
Hal 51
|
BAB III
PENUTUP
D. Kesimpulan
Matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep- konsep yang berhubungan satu dengan lainnya. Matematika terbagi dalam tiga bagian besar yaitu
aljabar, analisis
dan geometri. Tetapi ada
pendapat yang
mengatakan bahwa
matematika terbagi menjadi empat bagian yaitu aritmatika, aljabar, geometris dan analisis
dengan aritmatika mencakup teori bilangan dan statistika.
Matematika
dipelajari bukan untuk keperluan praktis saja, tetapi juga untuk perkembangan matematika
itu sendiri. Jika matematika tidak diajarkan di sekolah maka sangat mungkin
matematika akan punah. Selain itu, sesuai dengan karakteristiknya yang bersifat
hirarkis, untuk mempelajari matematika lebih lanjut harus mempelajari
matematika level sebelumnya.
karakteristik matematika
adalah: (1) memiliki objek kajian yang abstrak, (2) mengacu
pada kesepakatan, (3) berpola pikir deduktif, (4) konsisten dalam sistemnya, (5) memiliki simbol yang
kosong dari arti, (6) memperhatikan semesta pembicaraa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar